Apa itu CDM ?
CDM adalah mekanisme dibawah Kyoto
Protocol/UNFCCC(2), yang dimaksudkan untuk : (a) membantu negara maju/industri
memenuhi sebagian kewajibannya menurunkan emisi GHGs; (b) membantu negara
berkembang dalam upaya menuju pembangunan berkelanjutan dan kontribusi terhadap
pencapaian tujuan Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC). Beberapa tahun setelah
Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) ditanda-tangani pada tahun 1992, upaya nyata
pengurangan emisi gas rumah kaca (GHGs)(3), sebagai akibat aktifitas manusia belum dapat ditunjukkan.
Oleh karena itu pada Conference
of the Parties (COP)-3 tahun 1997 di Kyoto
dicetuskanlah suatu protokol yang menawarkan flexibility mecanism, yang memungkinkan negara-negara industri memenuhi
kewajiban pengurangan emisi GHGs-nya melalui kerjasama dengan negara lain baik
berupa investasi dalam emission
reduction project maupun carbon trading. Dibawah Kyoto Protocol, negara-negara industri diharuskan
menurunkan emisi GHGs minimal 5% dari tingkat emisi tahun 1990, selama tahun
2008-2012. CDM adalah satu-satunya mekanisme dibawah Kyoto Protocol, yang
menawarkan win-win
solution antara negara maju dengan negara
berkembang dalam rangka pengurangan emisi gas rumah kaca (GHGs), dimana negara
maju menanamkan modalnya di negara berkembang dalam proyek-proyek yang dapat
menghasilkan pengurangan emisi GHGs, dengan imbalan CER (Certified Emission Reductions)(4).
Apa manfaat CDM bagi Indonesia
CDM merupakan peluang memperoleh
dana luar negeri untuk mendukung program-program prioritas, penciptaan lapangan
kerja dengan adanya investasi baru. Di sektor Kehutanan, CDM dapat diarahkan
untuk mendukung(5):
- Pembangunan hutan tanaman pada lahan hutan yang rusak,
- Rehabilitasi areal bekas kebakaran,
- Rehabilitasi hutan mangrove dan hutan gambut,
- Agroforestry,
- Penerapan RIL (Reduced Impact Logging),
- Peningkatan permudaan alam,
- Perlindungan terhadap forest reserve yang rawan perambahan,
- Perlindungan terhadap hutan yang rawan kebakaran dan
perambahan.
Adapun manfaat tidak langsung yang
dapat dipetik Indonesia dapat berupa Technology transper,
capacity
building, peningkatan kualitas lingkungan,
serta peningkatan daya saing.
Apakah kemungkinan kerugiannya
Dari sisi kepentingan nasional, CDM
tidak menguntungkan apabila negara industri menggunakan dana ODA (Official Development Assistane). Sesuai dengan Agenda 21 UNCED (Komisi Ekonomi dan
Pembangunan PBB), sumber dana kemitraan global menuju 'sustainable development' adalah diluar ODA/Official Development Assistance (new
& additional terhadap ODA funding). Tetapi dalam kenyataannya jumlah pemberian dana ODA
semakin menurun sejak awal tahun 1990-an, yang kemungkinan dialihkan untuk
membiayai komitmen lainnya, misal ke Global Environment Facility (GEF) untuk membiayai komitmen dibawah CCC (Konvensi
Perubahan Iklim), CBD (Konvensi Keanekaragaman Hayati), CCD (Konvensi
Penanggulangan Desertifikasi). Pengalihan dan ODA ke GEF untuk membiayai
komitmen negara industri dibawah konvensi-konvensi diatas sebenarnya sudah menyalahi
komitmen yang telah dibuat negara-negara industri sebelumnya yang dipertegas
pada UNCED tahun 1992 tentang alokasi 0,7% dari GNP-nya untuk 'ODA funding'. Sedangkan penggunaan 'ODA funding' untuk membiayai CDM oleh
negara maju merupakan pengalihan beban yang seharusnya tidak dipikul oleh
negara berkembang.
Apakah Indonesia wajib mengikuti CDM
CDM adalah peluang investasi modal
asing, jadi tidak ada kewajiban bagi Indonesia untuk mengikuti. Kewajiban
Indonesia dalam hal ini bukan dalam konteks CDM tetapi kewajiban sebagai
peratifikasi UNFCCC(6) : berkewajiban memberikan laporan nasional secara periodik(7) tentang
hasil inventarisasi gas rumah kaca (sektor energi dan non-energi), serta upaya
yang telah dilakukan dalam rangka menekan dampak negatif perubahan iklim.
Sedangkan sebagai negara non-annex I (negara berkembang), Indonesia belum
diwajibkan untuk menurunkan emisi gas rumah kacanya, dan berhak untuk
mendapatkan bantuan dana (misal melalui GEF dll) untuk capacity building dan technology
transfer dalam rangka menekan dampak negatif
perubahan iklim.
Apa persyaratan CDM
- Atas dasar suka rela (antar Pemerintah, antar swasta,
dan antara Pemerintah dengan swasta).
- Disetujui oleh Pemerintah masing-masing.
- Memenuhi kriteria additionality, real, measurable, long-term
benefit, dengan penjelasan seperti
berikut : Pengertian additional dapat diterangkan dengan membandingkan terhadap baseline (keadaan tanpa proyek CDM). Additionality dapat ditinjau dari aspek pengurangan emisi GHGs(8),
investasi(9), sumber dana(10), teknologi(11), dan regulasi(12). Proyek CDM dapat diberikan CER bila pengurangan emisi
: (a) real (emisi GHGs proyek CDM < baseline), (b) measurable (tingkat emisi GHGs proyek CDM dan baseline dapat ditentukan dengan tingkat akurasi tertentu). Long-term benefit (pengurangan emisi GHGs berlangsung terus menerus
sepanjang jangka waktu proyek, dan memberikan kontribusi terhadap sustainable development di negara berkembang).
Bagaimana mekanisme pendanaan CDM ?
- Bilateral : antar Pemerintah, antar swasta (dengan
persetujuan Pemerintah), dan antara Pemerintah dengan swasta.
- Multilateral : pool dana dari negara industri
(Pemerintah atau swasta) pada 'Lembaga Independen'(13)
dan lembaga ini menyalurkan dana untuk proyek CDM.
- Unilateral : host country melaksanakan proyek pengurangan emisi GHGs dengan
biaya sendiri, yang dapat dipasarkan melalui pasa bebas(14).
Kesimpulan
CDM merupakan peluang investasi, dan
sektor kehutanan Indonesia memiliki potensi yang besar untuk ikut serta dalam
CDM. Namun perlu diingat bahwa hukum Kyoto Protocol masih belum mengikat negara
industri untuk melaksanakan komitmennya dibawah protokol tersebut, karena
jumlah negara yang meratifikasi belum memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Masalah ini masih perlu dibahas lebih lanjut dalam pertemuan negara para pihak
Konvensi Perubahan Iklim (Parties
to the UNFCCC) pada pertemuan di Den Haag bulan
Nopember 2000 (COP-6/Six
Conference of the Parties).
Demikian juga masalah metodologi, aturan, dan prosedur CDM. Dan untuk sektor
kehutanan, sampai saat ini masih menjadi perdebatan tentang masuk/tidaknya sink dalam CDM. Dalam menyongsong era carbon trading melalui CDM, koordinasi antar pihak terkait sangat
diperlukan, misal antara Dephutbun dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan
Hidup, para pakar, instansi dan departemen terkait lainnya. Hal ini diperlukan
baik dalam rangka penyiapan posisi Indonesia pada pertemuan-pertemuan negara
para pihak (Conference
of the Parties) mendatang; penyiapan institusi CDm
di tingkat nasional(15); dan untuk keperluan sharing data dan
informasi. Dan seiring dengan berlakunya desentralisasi, untuk keperluan
implementasinya diperlukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan stakeholders lain di daerah.
0 komentar:
Posting Komentar